Siapa yang ingin sakit? Siapaa? Siapaaa yang ingin??? Aku tidak ingin. Hanya itu pertanyaan yang muncul setiap hari. Makin hari makin kurasa tubuhku lemas. Kepalaku semakin tidak ingin berkawan denganku. Ada apa dengan kepalaku? Aku ingat, kepalaku pernah terbentur sangat keras dibagian belakang. Dan mungkin aku baru merasakan puncak sakitnya sekarang.
Hari ini aku tidak masuk sekolah. Kemarin-kemarin aku masih bisa menahan sakitku, tapi tidak untuk hari ini. Aku menyadari bahwa tidak hanya aku yang dirawat Mama. Hari itu Mama tidak di rumah. Beliau keluar kota untuk mengurus kuliah kakak. Tapi mama bilang “nanti malam mama sudah dirumah.” Aku hanya menghabiskan waktu ditempat tidur. Tidak kuat rasanya tubuh ini berjalan atau sekedar berdiri. Aku menggunakan bantuan dinding untuk berjalan. Andaikan ada Papa disini, aku tidak sendiri. Tapi aku mengerti Papa menjagaku dan melihatku dari jauh. Di rumah Tuhan :)
Ya. Malam itu, aku memberanikan diri ke rumah tempat orang-orang sakit. Tentu saja dengan orang yang paling aku Cintai, Mama. Sebenarnya aku tidak suka pergi ke dokter. Apalagi minum obat. Itu sama saja menyiksaku. Aku berfikir sama saja aku merusak tubuhku perlahan. Dengan memasukkan banyak bahan kimia ke dalam tubuh. Yang makin lama itu akan merusak ginjalku. Tapi apa daya? Aku benar-benar butuh ‘sesuatu’ untuk meredakan sakit kepalaku. Sebelumnya.. macam-macam obat sakit kepala sudah ku minum. Tapi, mungkin sakitku terlalu kuat. Cukup lama aku menghabiskan berjam-jam nafasku hanya untuk antre, akhirnya aku dapat giliran. “Selamat malam, dok.” Sapa Mama. “Malam. Aduhhhh sakit apalagi ini, Riri?” Ckckck mungkin dokter itu sudah bosan melihatku karena hampir setiap bulan aku tidak pernah absen mendatangi ruangannya. Dokter itu mulai memeriksaku. Memeriksa detak jantungku. “Sudah. Ayo berdiri. Riri.. kamu tunggu diluar ya.” Dengan senyuman kecil dokter itu menyuruhku untuk menunggu di luar ruangan. Aku menuruti perintah dokter itu.
Ada apa sebenarnya? Tidak biasanya aku disuruh keluar seperti ini. Aku, manusia hanya bisa berharap. Berharap yang baik pastinya. Setelah beberapa menit, Mama keluar. “Kenapa, Ma?” aku bertanya dengan nada tenang. “Ga apa apa, adek. Kepala kamu agak kenapa-kenapa tapi udah dikasih obat kok. Kamu jaga diri, jangan sampai terlalu banyak pikiran. Minum semua obatnya sampai habis. Ga boleh telat.” Jawab Mama. Melihat wajah Mama yang tenang, akupun juga tenang. Aku tahu sekali Mama. Aku tidak ingin berfikir macam-macam. Aku akan mengikuti semua perintah mama. Kali ini aku akan menelan 6 obat sekaligus dalam sehari dan selamanya. Aku menyingkirkan fikiranku sejenak bahwa obat akan merusak tubuhku perlahan.
Senin, Selasa, Rabu,.... Aku merasakan sesuatu yang berbeda kali ini. Aku senang melihat teman-temanku tertawa. Akupun juga ikut tertawa. Tapi, jauh di dasar perasaanku, aku merasakan sedih, takut. Aku takut aku tidak bisa melihat teman-temanku tertawa lagi. Aku tidak tahu mengapa.
Rasanya aku ingin membuang-buang waktuku bersama mereka, yang Aku sayangi. Aku berfikir ‘sekarang adalah waktu terakhirku bersama orang itu, karena itu membuat aku menghargai waktu terakhir. Dimana aku akan selalu menyayangi dan mencintai orang itu. Tanpa tahu kapan orang itu akan meninggalkanku selamanya.’
Aku ingin tidur. Tapi......
“Dear my head...
Why can’t we be friend?
You always make me so headache. Every night if I wanna sleep
Every morning if I wake up. Everytime.”
Aku tidak merasakan perubahan. Setiap aku ingin tidur, setiap aku bangun tidur. Aku selalu merasakan sesuatu yan membuatku cukup tersiksa. Sakit kepala.
Sampai kapan? Entah. But, I have a power. Really I lucky to have him. Aku punya semangat, aku punya kekuatan. Aku menyebutnya wolfie, dan dia menyebutku owlie. Serigala dan Burung Hantu. Right. Mereka pasangan yang serasi hidup dalam kegelapan tapi selalu tenang :)
Bisa dikatakan aku wanita paling beruntung saat ini. Wolfie, ya. Dia tau semua tentangku termasuk keadaanku saat ini. Dia semangatku. Aku bosan minum obat, aku tersiksa dengan banyak minum obat. Itu membuatku mual. Tapi wolfie membuat pernyataan yang menghilangkan rasa mualku “Anggap obat itu aku. Setiap kamu minum aku, aku akan masuk ke dalam tubuh kamu. Kamu bakal sembuh. Ingat, kalau kamu mengeluh tentang obat kamu juga mengeluh tentang aku. Kalau kamu bilang kamu muak sama obat, kamu muak sama aku, kalau kamu bilang kamu mual minum obat, kamu mual liat aku.” Dari situ aku selalu mengingat-ingat kata-kata itu. Aku mulai bersahabat dengan obat. Aku bingung harus sedih atau senang punya kamu, wolf. Aku sedih kalau suatu saat kamu kehilangan aku. But, I believe that someday someone’s gonna love you more than me and someday someone’s gonna take my place :)
Tuhan. Aku mencintaiMu seperti Engkau mencintaiku. Ijinkan aku hidup lebih lama. Aku masih ingin melihat duniamu yang indah. Aku masih ingin membahagiakan orang-orang yang menyayangiku. Kau boleh mengembalikan aku kerumahMu jika semua orang yang aku sayangi sudah benar-benar bahagia karenaku. Aku sungguh merindukan Papa, dirumahMu Tuhan... Tapi aku tau belum saatnya aku bertemu. Masih banyak yang ingin aku lakukan di dunia. Papa pasti mengerti. Papa juga pasti masih ingin Aku menemani Mama disini. Sampai nanti. Sampai saatnya aku bertemu Papa. -Riri